Rencana aksi 112 dari kelompok Front Pembela Islam (FPI), MUI dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI yang awalnya direncanakan sebagai aksi turun ke jalan kini menjadi acara doa bersama di Masjid Istiqlal setelah polisi tak memberi izin.
Apa yang membuat polisi kini bertindak lebih tegas dan pihak pelaku aksi mau berkompromi?
Untuk ketiga kalinya, kelompok FPI dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI akan melakukan aksi bersamaan dengan hari terakhir kampanye bagi kandidat calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta.
Berbeda dengan aksi-aksi sebelumnya yang turun ke jalan, pada 11 Februari nanti, rencananya aksi hanya akan berlangsung di Masjid Istiqlal, menurut panglima Laskar FPI Maman Suryadi.
"Rencananya sih kita salat Subuh berjamaah di Masjid Istiqlal. Sampai selesai, ya mungkin jam tiga. Tergantung jamaahnya, kalau diarahkan Istiqlal, ya nggak akan ada gerak jalan," kata Maman.
Kesepakatan bahwa aksi akan berlangsung di Masjid Istiqlal juga disampaikan oleh Ketua FPI Rizieq Shihab usai pertemuan antara Menkopolhukam Wiranto dengan pemimpin GNPF MUI lainnya pada Kamis (09/02).
"Mengingat suhu politik menjelang pilkada di DKI Jakarta ini makin memanas, kemudian adanya gerakan-gerakan yang kami khawatir menjadi provokasi yang tidak sehat yang bisa menimbulkan kaos atau kerusuhan dan lain sebagainya, karena kita tahu juga pada hari tersebut kebetulan ada dua paslon yang akan melakukan kampanye terakhir, akan mengerahkan massa yang cukup besar.
"Jadi kami tidak mau terjebak dalam kampanye yang sedang dilakukan," kata Rizieq Shihab.
Kapolda Metro Jaya M Iriawan serta Menkopolhukam Wiranto juga sudah memastikan aksi 112 tidak akan turun ke jalan.
Usai pertemuannya dengan pemimpin GNPF MUI, Wiranto menegaskan komitmen pemerintah terhadap penegakan hukum atas berbagai kasus yang terkait rangkaian berbagai aksi dari GNPF MUI serta FPI.
"Tadi sudah kita bincangkan, aktivitas yang dilakukan, betul-betul tidak melanggar hukum yang sudah kita tentukan, untuk masalah-masalah yang terkait unjuk rasa maupun menyangkut masalah pemilu atau pilkada itu," kata Wiranto.
Proporsional
Wiranto juga berjanji "akan tetap menegakkan hukum secara bermartabat, tanpa rekayasa-rekayasa tertentu yang menyebabkan masyarakat mendapat kerugian dari penegakan hukum yang tidak benar".
Penegakan hukum, menurutnya, akan dilakukan secara proporsional.
Pengamat politik LIPI Siti Zuhro menilai bahwa kepastian hukum yang dijanjikan oleh pemerintah, seperti disampaikan oleh Menkopolhukam, salah satunya lewat proses pengadilan terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam kasus dugaan penistaan agama, berpengaruh pada keputusan kelompok GNPF MUI untuk tidak turun ke jalan.
Meski begitu, keputusan ini dinilai Siti Zuhro, juga tak lepas dari berbagai kasus hukum yang kini membelit petinggi gerakan tersebut, seperti Rizieq Shihab, Munarman, dan Bachtiar Nasir.
"Kalau dari perspektif gerakan, ini kan memang cara penggembosan gitu ya, dengan langsung menerapkan pada pimpinannya, tersangkalah. Kehadiran mereka atau peran mereka tidak utuh lagi dibandingkan 411 atau 212, karena lalu ada kesan 'berkasus'.
"Jadi bisa saja bagaimana membuat paralyse' (lumpuh) kekuatan itu karena dalam pilkada ini kan bahaya sekali kalau sampai nanti nuansa campur baurnya politik dan hukum ini tidak dipisahkan. Saat ini terkesan bahwa agak ada keriuhan itu," kata Siti Zuhro.
Ketua FPI Rizieq Shihab kini menjadi tersangka untuk kasus dugaan penodaan Pancasila dan pencemaran nama Presiden Soekarno serta saksi terlapor dalam kasus logo 'palu arit' pada pecahan uang rupiah. Sementara, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI, Bachtiar Nasir, tengah menjalani proses pemeriksaan sebagai saksi pada kasus pencucian uang.
Komentar
Posting Komentar